Laman

Minggu, 10 Februari 2013

6 bahan pangan Indonesia yang dikuasai kartel

Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia melansir data yang menggemakan kembali kecurigaan publik soal keberadaan kartel. Merujuk UU Nomor 5 Tahun 1999, kartel adalah persekongkolan beberapa perusahaan mempengaruhi harga dengan mengatur produksi atau pemasaran suatu barang atau jasa, atau disebut pula oligopoli.
Dari penyelidikan Lembaga Pengkajian Penelitian dan Pengembangan Ekonomi (LP3E) Kadin, importir yang menjalin sistem bisnis oligopoli itu memperoleh keuntungan tak main-main.
Dari imbalan importasi dari negara asal bahan pangan yang diimpor saja, mereka bisa mengantongi laba Rp 1.000 sampai Rp 5.000 per kilogram. Sehingga dalam setahun, ditambah kenaikan harga yang mereka upayakan lewat penimbunan atau modus-modus lain, perkiraan kasar keuntungan kartel pangan mencapai Rp 11,3 triliun.

Temuan Kadin memperkuat laporan Komite Ekonomi Nasional (KEN) bulan lalu yang menyatakan adanya sekelompok pengusaha menciptakan oligopoli bisnis bahan pangan. Situasi tersebut terjadi karena kontrol pemerintah lemah dan ada kebijakan kuota serta perizinan impor hanya untuk segelintir pengusaha, akhirnya membuka celah bagi tumbuhnya kartel.

Ketua LP3E Kadin Ina Primiana menyatakan pengambilan untung kartel keterlaluan, bisa lebih sampai 30 persen. Hal itu tergambar dari harga daging sapi di Indonesia yang saat ini berada di kisaran Rp 90.000. Padahal di negara lain, contohnya Malaysia, daging serupa dijual cuma Rp 45.000.

"Dari perbandingan itu saja mudah untuk mengendus keberadaan kartel, masak semua importir kita jual daging dengan harga mahal," kata Ina beberapa waktu lalu.

Berdasarkan data Kadin, inilah enam bahan pangan yang kemungkinan besar telah dikuasai kartel pangan Tanah Air:


1. Daging Sapi

Enam bahan pangan Indonesia yang dikuasai kartel
Bahan pangan ini jadi sorotan masyarakat akhir-akhir ini setelah terkuaknya rasuah perusahaan importir daging Indoguna Utama agar kuota impornya ditambah. Setelah sebelumnya harga daging sapi melambung tinggi, sejak pertengahan tahun lalu. Akhir pekan lalu, kasus rasuah ini membuka fakta adanya kartel pangan di Tanah Air.

Jelang akhir 2012, daging sapi sudah menjadi isu berkepanjangan karena Kementerian Pertanian dan Kementerian Perdagangan ternyata tidak kompak dalam penentuan kuota impor 80.000 ton untuk tahun ini. Pengusaha turut memperkeruh suasana karena berulang kali menyatakan pasokan daging tidak cukup dan mendesak kuota impor ditambah.

Menteri Koordinator Perekonomian Hatta Rajasa membenarkan dugaan daging sapi meroket lantaran permainan pengusaha. "Sebenarnya sejauh ini (kelangkaan-red) bukan salah kuota, tapi itu kartelnya," ujarnya di Bandung.

Dari perhitungan Kadin, permintaan daging sapi terbesar berasal dari Jabodetabek. Tahun lalu, konsumsi daging nasional sebesar 549.670 ton. Jika kartel memainkan harga sampai di kisaran Rp 90.000-95.000 atau mengambil untung hingga 30 persen, maka para pegiat oligopoli itu menangguk untung sampai Rp 340 miliar setahun.



2. Daging Ayam

Enam bahan pangan Indonesia yang dikuasai kartel
Sampai akhir 2012, daging ayam masih adem ayem, harganya di pasaran relatif stabil. Namun, bulan lalu, pangan dari unggas ini mendadak menjadi salah satu faktor pemicu inflasi yang mencapai 1,3 persen.

Awal bulan ini, sebagian pasar di Jabodetabek dan Luar Jawa menjual ayam pada kisaran Rp 27.000 per kilogram, dari sebelumnya yang stabil Rp 20.000. Alhasil ayam menyumbang inflasi nasional sebesar 0,14 persen.

Kemendag mencatat tingginya harga ayam tiba-tiba di awal 2013 karena konsumen yang tidak kuat membeli daging sapi beralih membeli daging lebih murah. Kadin punya pendapat berbeda.

Bahan utama sate dan makanan olahan seperti nugget itu kabarnya sudah turut dimainkan oleh kartel. Sebab, pangsa pasar ayam dan sapi selama ini berbeda, sehingga kenaikan harga mustahil dipicu peralihan konsumen.

Dengan konsumsi tahun lalu mencapai 1,9 miliar ekor, Kadin memprediksi kartel spesialis ayam bisa mendapat akumulasi untung fantastis sepanjang 12 bulan, yaitu mencapai Rp 1,4



3. Beras

Enam bahan pangan Indonesia yang dikuasai kartel
Bahan makanan pokok Indonesia ini rupanya tidak luput dari sentuhan kartel pangan. Padahal, di Tanah Air sudah ada Badan Urusan Logistik (Bulog) yang mengatur tata niaga beras, dari hulu sampai hilir.

Jaringan kartel beras menurut Kadin bisa terendus dari aksi impor yang selalu dilakukan Bulog menjelang pergantian tahun. Pada 2012 kemarin, Bulog mengimpor satu juta ton beras dari Vietnam, Thailand, Myanmar, dan India. Alasannya cadangan beras akhir tahun tidak sampai dua juta ton seperti direncanakan semula.

Buat Kadin, serapan beras dari petani yang awalnya cukup untuk ketahanan pangan nasional, tetapi terbukti kemudian tidak sesuai, merupakan indikasi permainan kartel. Apalagi masyarakat Indonesia "rakus" beras, lantaran konsumsinya mencapai 140 kilogram per tahun per individu.

Jika praktik oligopoli beras benar-benar terjadi tahun lalu, dengan konsumsi nasional 34 juta ton, maka aksi kartel menghasilkan laba sebanyak Rp 1,2 triliun.



4. Gula

Enam bahan pangan Indonesia yang dikuasai kartel
Bahan manis dituding salah satu biang banyak penyakit, terutama gula kristal dari tebu. Di Indonesia, selain mengundang diabetes mampir, manisnya gula ternyata juga membuat kartel pangan tergoda.

Kadin menduga, pergerakan harga gula di pasaran Tanah Air sudah diatur sedemikian rupa oleh pelaku oligopoli. Selain itu, kartel disinyalir aktif bergerak lantaran pemerintah mengizinkan beberapa BUMN mengimpor gula mentah (raw sugar) mencapai 2,15 juta ton tahun lalu, untuk memenuhi kebutuhan konsumsi gula Januari-Februari 2013.

Secara nasional kebutuhan gula untuk konsumsi rumah tangga saja mencapai sekitar 2,97 juta ton Gula Kristal Putih (GKP) per tahun, atau sekitar 250 ton per bulan. Bulan ini, mayoritas pasar Tanah Air menjual gula di kisaran Rp 12.000 per kilogram.

KEN, KPPU, dan Kadin kompak menuding ada enam perusahaan yang berkuasa mengatur pasokan gula. Bila harga gula ternyata turut dimainkan perusahaan besar yang bersekongkol, maka koalisi "kartel manis" ini menurut Kadin bisa mengantongi Rp 4,6 triliun sepanjang 2012.



5. Jagung

Enam bahan pangan Indonesia yang dikuasai kartel
Tidak dinyana, bahan pangan pokok utama setelah beras ini juga terkena sentuhan kartel. Salah satu turunan jagung yang konon dimainkan kartel adalah jagung kering alias pipilan.

Saat ini jagung dijual Rp 2.400 per kilogram, naik Rp 400 dari bulan lalu. Untuk sementara, kenaikan harga diperkirakan akibat cuaca buruk yang melanda produsen jagung pelbagai negara.

Namun belang para kartel terendus dari laporan KEN. Pada industri pakan unggas yang hampir 70 persen bahan bakunya adalah jagung, empat perusahaan terbesar menguasai sekitar 40 persen pangsa pasar.
?
Pemerintah menargetkan produksi jagung mencapai 19,83 juta ton pada tahun ini. Angka tersebut lebih tinggi dibandingkan produksi tahun 2012, yang mencapai 18,96 juta ton, atau naik 8,7 persen. Bila kartel turut terlibat, maka potensi keuntungan mereka dari bisnis jagung mencapai Rp? 2,2 triliun.



6. Kedelai

Enam bahan pangan Indonesia yang dikuasai kartel
Bila lima bahan pangan sebelumnya baru dalam tahapan "diduga" dalam cengkeraman kartel, beda urusannya dengan kedelai.  Kali ini bukan cuma Kadin saja angkat bicara. KPPU yang memang bertugas membasmi keberadaan kartel sudah membenarkan bahan baku tahu tempe itu diakali pelaku oligopoli.

"Kedelai itu jumlah importir yang terbatas menguasai pasokan dan itulah yang dikomplain banyak orang," ujar Komisioner KPPU Munrokhim Misanam di Menara Kadin, beberapa waktu lalu.

Dari data KEN jelas disebutkan importir kedelai? di dalam negeri hanya ada tiga, yakni PT Teluk Intan (melalui PT Gerbang Cahaya Utama), PT Sungai Budi, dan PT Cargill Indonesia.?

Di sisi lain, konsumsi kedelai nasional tahun lalu mencapai 2,6 juta ton, maka kartel tahu tempe kemungkinan mendapatkan untung sampai Rp 1,6 triliun.



Sumber : http://www.merdeka.com/uang/enam-bahan-pangan-indonesia-yang-dikuasai-kartel.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar